DEPOSTJABAR.COM (CIMAHI).- Kepala Kepolisian Resort (Kapolres) Kota Cimahi, AKBP Tri Suhartanto, ingin mengubah peran kepolisian dalam stigma di masyarakat.
Hal itu diungkapkan saat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kota Cimahi beraudensi dengan Kapolres Kota Cimahi, AKBP Tri Suhartanto di Mapolres Kota Cimahi, Senin (14/10/2024).
Acara tersebut dihadiri oleh Kapolres Cimahi AKBP Tri Suhartanto, Kabag Humas Polres Cimahi, AKP Gofur, Plt Ketua PWI Kota Cimahi Fredy Hutasoit, anggota Bagdja Sukmana, Remy Indrajaya, Felix Purba dan Boni Fathius.
“Kami ingin mengubah stigma yang selama ini rupanya apa yang sudah dilakukan oleh anggota kepolisian, memang sudah dikerjakan,” terang Tri.
Jadi semua tugas kepolisian sudah dilaksanakan, baik Shabaranya, dan saat ini Tri dalam ruang lingkup kepolisian di Polres Cimahi, sedang mengedepankan peran.
Sebagaimana kami semua tugas kepolisian sudah ada dalam SOP-nya, sudah dilaksanakan semaksimal mungkin. Sekarang kita akan mengedepankan peran, misalkan tugas seorang polisi melakukan geraknya, tapi membantu masyarakat, dalam peran itu,” jelas Tri.
Hal inilah yang saat ini tugas peran membantu kepada masyarakat yang akan diterapkannya.
“Seperti kalau pagi-pagi pelaksanaan apel itu pukul 7.30 WIB, kita undurkan menjadi jam 8.00 WIB, dimana semua anggota polisi yang ada di wilayah hukum Polres Cimahi ini, seperti Polsek, Polres, minimal dapat mengurai kemacetan yang sering terjadi di Cimahi maupun di KBB,” tandasnya.
Ia pun menjelaskan bila masyarakat melihat di jalan-jalan banyak polisi, hal itu mereka stand by, (bersiaga) .
“Jadi mereka bukan melakukan razia, kemudian kita juga lebih mengedepankan juga Jawara, yang artinya Juara Wibawa Amanah, Ramah dan berakhlak,” terangnya.
Dimana Jawara tersebut, menurut Tri, bukan bermaksud jagoan, tetapi itu merupakan Juara, yang harapannya marwah anggota Kepolisian juga dapat menjaga wibawanya, menjaga amanahnya,
“Selalu ramah, dan tentu saja berakhlak, hanya program-program nya juga selalu ditingkatkan, seperti polisi kuliah subuh, polisi cinta rumah ibadah, kemudian polisi berakhlak,,” tandas Tri.
Hal inipun dilakukan bukan menekankan tugas, tetapi mengedepankan kepentingan masyarakat dan umat.
“Polisi mengajak untuk sholat subuh, itu peran kita untuk melaksanakannya, saya secara pribadi membutuhkan bantuan rekan-rekan insan pers bisa menyampaikan kepada masyarakat,” kata Tri.
Bahkan disatu sisi juga, bahwa peran kepolisian, bagaimana caranya membuat masyarakat lebih mengerti terkait dengan kadarkum (kesadaran hukum).
“Itu kan keinginan dari tugas dan peran kita, bagaimana masyarakat itu taat dan patuh hukum,” ujarnya.
Kalau berbicara tugas, misalkan seorang Kapolsek dalam melaksanakan tugasnya maka tahanan itu akan penuh.
“Karena dia mendapatkan tugasnya, tapi pada saat dia mengedepankan perannya, maka tahanan di Polsek pasti kosong, kenapa? Karena out comenya masyarakat mengerti dan taat hukum,” beber Tri.
Jadi tambah Tri, berbanding terbalik dengan hasil, maka dari itu besar harapan Tri, lebih mengedepankan peran.
“Polisi ada didepan, untuk menjaga perannya, untuk membantu, menolong, sebagai abdi masyarakat, atau sebagai pelayan masyarakat, gimana caranya masyarakat tidak perlu bertanya lagi,” harap Tri.
Seperti di contoh kan oleh Tri, seperti polisi saat sedang naik motor didepan ada kemacetan.
“Hal itu tidak perlu ditanyakan lagi, kita langsung turun, tidak perlu ditelepon pak disini ada kemacetan, tentu saja saya sebelum menyuruh anggota, saya langsung melaksanakan,” ungkapnya.
Diakui ri, dirinya juga menyadari, bahwa perubahan seseorang itu perlu di lakukan dari kita sendiri.
“Kita yang harus turun tangan, jangan selalu tunjuk tangan, kalau tunjuk tangan gampang, pada saat kita turun tangan, anggota juga akan melaksanakan juga,” tegas Tri.
Yang tidak diharapkan oleh Tri bila anggota polisi yang angkat tangan, yaitu acuh tak acuh, dalam pelaksanaan tugasnya.
Begitu pula menurut Tri, bila pihak pengadilan sudah menentukan bersalah atau tidak, pihak dari kepolisian sudah tidak ada berkepentingan.
“Nah ini yang pelan-pelan kita kasih tahu, kepada masyarakat, contohnya kita menangkap maling yang dipukulin, saksinya banyak, semua orang melihat bahwa dia maling HP, status orang mukulin dia, lalu diserahkan kekantor polisi,” paparnya.
Begitu di kantor polisi, pertanyaannya cuman satu, siapa pelapornya?
“Kemudian pelapornya datang, Pak saya tidak membuat laporan, yang penting HP saya bisa kembali,” ucapnya.
Itupun ditandaskan oleh Tri, banyak image masyarakat dengan tidak ditahannya pencuri HP tersebut, menilai, “Ini Polisi gak nahan maling tersebut, pasti ada apa-apa nya,” terang Dia.
Dijelaskan oleh Tri, semua karena ketidak tahuannya dari masyarakat, maka rencana Tri, ingin memberitahukan kepada masyarakat secara perlahan-lahan untuk diberi pengertian.
“Contoh lagi, Pak kenapa sih penjual toko miras tidak dibubarkan, kan itu tugas polisi?,” tanyanya.
Secara tegas menurut Tri, polisi tidak bisa membubarkan toko penjual miras tersebut.
“Kalau bisa melakukan penertiban, kita akan melakukan penertiban, atau melakukan penutupan, kita tidak punya dasar, karena dalam konteksnya miras, yang hanya kita lakukan berdasarkan perda, dan tidak ada undang-undang apapun masalah miras, kenapa polisi membiarkan miras itu terjadi? Undang-undang nya mana?dasar hukum saya mana?,” Tri balik bertanya.
Terkecuali bila ada orang yang melakukan minum-minuman keras di tempat umum, itu jelas ada undang-undangnya.(Bagdja)