DEPOSTJABAR.COM (BANDUNG).- Pagelaran Wayang Ajen yang di gelar Ki Dalang Wawan Gunawan di Graha Sanusi Hardjadinata Universitas Padjadjaran (Unpad) Jalan Dipati Ukur Kota Bandung memberikan angin segar dalam pelestarian dan pengembangan budaya wayang di Indonesia, Sabtu 18 Januari 2025.
Pagelaran ini tidak hanya diikuti para dalang senior, anak-anak dari berbagai usia mulai dari taman kanak-kanak (TK) hingga SD.
Disebut demikian, karena dalam pagelaran itu, 16 dalang muda tampil, mereka berkolaborasi dengan cara yang tidak biasa, menggunakan format-format menawan, yang dirancang dengan cermat.
Lakon yang dibawakan dalam pagelaran itu, Tembang Perkasa Ksatria Amarta. Temanya nggak biasa, seperti judul sinetron, film, dan sebagainya. Bukan seperti judul pertunjukkan wayang pada umumnya.
Ditanya soal lakon yang tidak biasa tersebut, Ki Dalang Wawan Gunawan akrab disapa Ki Dalang Wawan bilang, itu bagian dari pengembangan.
“Simpel, wayang itu, mau kita jadikan warisan tradisi pasif atau aktif. Kalau menerima apa saja yang dari karuhun, sepertos kitue. Apakah bisa berkelanjutan, apa tidak,” katanya.

Mungkin secara tradisi, terang Ki Dalang Wawan, untuk bagian pelestrian, pengembangan dan pemanfaatan ada di dalam UU No.5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
Tetapi implementasinya, apakah itu bisa menyentuh generasi saat ini Gen Z dan Alfa. “Kalau kita tidak sentuh dengan cara-cara kekinian, dengan format-format baru. Apakah mungkin,” terangnya.
“Semua ini bukan faktor kebetulan, semua sudah saya rencanakan. Saya pakai teori, kalau ingin menang, harus direncanakan,” bebernya kembali.
Contoh dari teori itu adalah sanggar seni Wayang Ajen rintisannya, yang dirilis tahun 2002 lalu, satu tahun pertama hanya dapat murid 3 orang. Tahun 2003 juga demikian, hanya dapat 3 murid saja.
“Karena konsepnya waktu itu hanya wayang golek tradisi, wayang golek sunda, biasa lah konsep-konsep biasa,” ungkapnya.
Padahal, berbagai upaya sudah dilakukan, sosialisasi ke sekolah-sekolah, sosialisasi ke seniman-seniman, digratiskan dan lain sebagainya.
“Wah ini berat, apalagi saya sanggar seni yang berdomisili di kota metropolitan, tepatnya di Kota Bekasi, yang nota bene, punten sanes orang sunda sadaya, urban,” ujarnya.
“Akhirnya ubah format, dengan cara saya, makanya tadi judulnya saja sudah beda. Kekinian, gitu. Tembang Perkasa Ksatria Amarta. Anak-anak terngiang-ngiang. Kok judulnya kayak film. Anak-anak bilang, aku mau menjadi Ksatria Amarta,” ungkapnya.
Itu baru dari judul, sanggar seni Wayan Ajen juga punya format-format kekinian lainnya. Pokoknya merekonstrusi cara-cara lama dengan format kekinian.
“Anak-anak senang, karena kita hadirkan yang tradisi ada, yang modern ada, yang kontemporer ada, yang urban ada, jadi banyak pilihan. Ada wayang kulit, ada wayang kayu, ada wayang karton ada wayang plastik, ada dari rumput, bayangkan kalau hanya disuguhkan dengan warna tradisi saja,” terangnya.
Setelah ubah format, jumlah siswa naik signifikan, Tahun 2004 sanggar seni Wayang Ajen mendapatkan 21 orang murid.
“Sekarang tahun 2025, baru awal bulan saja. Sudah ada 38 murid yang mendaftar. Nota bene siswa-siswanya bukan dari kalangan biasa, kalangan elite” terangnya.
Dengan format baru, tidak hanya jumlah murid yang meningkat, ruang tembaknya juga jadi lebih baik.
“Kalau Di Doank (penyanyi) terkenal dengan sekolah alamnya. Wayang Ajen saya ciptakan sebagai sekolah budaya,” ungkapnya.
“Saya membidik ke orang-orang yang sibuk, orang tua sibuk, ayah sibuk, ibu sibuk sementara anaknya suka seni budaya. Dari pada anaknya bermai gadget saja. Saya coba promosikan, dan berhasil,” jelasnya.
Jadi siswa di sanggar seni wayang Ajen, pertama nggak murni ingin daftar sebagai siswa seni wayang, atau siswa yang ingin menjadi dalang. Yang berminat seni tari, seni rupa, semua ditampung. Begitu di dalam baru ditemuan bibit-bibit potensial.
“Siswa itu awalnya ikut seni tari. Begitu kelas berjalan, dan di sebelah, kelasnya ada kelas seni wayang. Mereka juga tertarik. Lalu pindah. Begitupun sebaliknya, anak seni wayang pindah belajar seni tari juga,” terangnya.
Uniknya lagi, di sanggar seni Wayang Ajen yang ikut belajar wayang tidak hanya mereka yang berasal dari suku tempat dimana seni itu berasal.
Nama-nama siswa yang belajar di senggar seni Wayang Ajen, modern semua. Ada Angelika Sitinjak, Mario Van Basten dan lain sebagainya. Siswa-siswa itu, semuanya, juga sudah ikut pentas.
Soal apakah, Graha Sanusi Unpad cocok dan layak bagi anak didiknya, Ki Dalang Wawan bilang layak.
“Berhubung saya sering posting kegiatan anak-anak didik saya, akhirnya Unpad memberikan kesempatan bagi kami untuk pentas disini,” terangnya.
Selain itu, Ki Dalang Wawan juga berpesan agar lembaga pemerintah lainnya, juga meniru Unpad, bisa memberikan ruang dan waktu yang seluas-luasnya kepada seniman.
“Pemerintah dan lembaga, berilah ruang dan waktu kepada seniman untuk berkreasi, jangan monopoli, kelompok ini saja, trus kelompok itu saja,” ungkapnya. (Ries)