Kisah Sewu Dino, Bagian 20

DEPOSTJABAR.COM,- “Tapi, aku ra jamin nyowomu ndok (Tapi, aku tidak mau menjamin nyawamu ya).”

Sri dan Dini melihat satu sama lain, mereka tidak bisa mengatakan apapun lagi. “Ak iki, yo opo mundur?” tanya Mbah Krasa, mengintimidasi.

“Mboteh mbah,” kata Dini dan Sri bersamaan. Mbah Krasa mengangguk puas.

“Asline, raperlu onok korban, nak podo nurut ambek sim bah, mek butuh norot tok ndok, opo angel, ngerunokne wong tuwo (Aslinya tidak perlu ada korban, kalau kalian mengikuti apa yang sim bah katakana.  Cuma butuh nurut saja, apa susahnya kalian dengerin orang tua),” Mbah Tamin menatap Sri.

Sri menyimpan sesuatu yang selama ini ia tahu, bahwa dalang dibalik semua ini adalah si Mbah Tamin sendiri. Namun, Sri masih merasa ia tidak memiliki bukti apapun, mata Mbah Tamin seperti mengawasinya. Tidak memberinya ruang leluasa untuk bicara dengan Mbah Krasa secara pribadi.

Namun entah bagaimana, bagaimana sekelebat pikiran itu muncul. Sri lantas mengatakan apa yang ia temukan di kamar Mbah Tamin. Bahkan, Sri menunjukan boneka yang ia temukan di bawah pohon beringin. Sebuah pesan dari cucunya, Dela Atmojo.

Mendengar itu, mbah Krasa mengerutkan kening. Ia terdiam dan memandang mbah Tamin yang sedari tadi diam sambil berdiri. Ia tertawa, cukup membuat Dini dan Sri tersentak. Seakan ucapan Sri hanya omong kosong.

Lalu, Mbah Krasa mengatakan, “Koen rung cerito ta nang cah-cah iki opo sing asline kedaden? (Kamu belum cerita ke anak-anak ini apa yang sebenarnya terjadi?)” ucap mbah Krasa tenang.  “Kameroh (Sok tau),” kata Mbah Tamin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar