DEPOSTJABAR.COM, (BANDUNG).- Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi mengapresiasi langkah BPK yang menyoroti aspek manfaat dari anggaran publik. Bukan memeriksa dokumen saja, tetapi juga mengevaluasi hasil, dampak dan nilai tambah dari belanja daerah.
Apresiasi atas langkah BPK itu disampaikan KDM –panggilan karib dari Dedi Mulyadi, saat rapat paripurna soal penyerahann laporan hasil pemeriksaan (LHP) dari BPK RI.
Dalam amanatnya itu, KDM menekankan pentingnya pergeseran orientasi dalam pengelolan keuangan daerah.
“Saya bersyukur BPK mulai fokus pada dampak anggaran. Uang itu digunakan untuk apa, manfaatnya bagaimana, dan siapa yang merasakannya,” ujarnya.
Dijelaskan KDM, keberhasilan administrasi seperti opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) tidak cukup jika tidak memberi efek langsung ke masyarakat.
“Belanja daerah itu harus mendukung pertumbuhan di berbagai sektor,” katanya.
Karena itu, KDM menekankan bahwa keuangan daerah harus memperluas ekonomi, pendidikan, kesehatan dan daya dukung lingkungan. Semua upaya ini bertujuan meningkatkan indeks pembangunan manusia (IPM) dan kesejahteraan warga.
Selain mengapresiasi BPK, KDM juga mengungkapkan beberapa catatan penting. Pertama, terkait pajak kendaraan bermotor. Menurutnya, pengelolaann sektor tersebut, kini telah berjalan lebih tertib.
“Pengelolaan pajak kendaraan bermotor menjadi perhatian serius kami. Kami sudah melakukan pembenahan sejak awal 2025,” katanya.
Selanjutnya, KDM menyoroti persoalan aset daerah. Ia menyebut banyak aset yang tidak termanfaatkan atau bahkan hilang. Pemerintah provinsi, kini sedang bekerja keras mengembalikan aset tersebut.
“Kami menemukan aset yang tidak tercatat atau tidak digunakan. Bahkan ada yang perlahan hilang dari sistem. Ini tidak bisa dibiarkan,” ujarnya.
Transisi dari kepemilikan aset oleh pemerintah ke Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) juga menjadi perhatian. Ia menyebut bahwa dalam banyak kasus, aset itu justru berpindah ke pihak ketiga dan keempat, tanpa manfaat jelas bagi masyarakat.
Sebagai contoh, ia menyebut kasus aset Palaguna. Aset tersebut berpindah dari pemerintah ke BUMD. Lalu BUMD menyerahkannya kepada pihak ketiga. Bahkan, pihak ketiga tersebut kemudian memindahtangankan aset lagi ke pihak lainnya.
“Tiga kali pindah tangan. Tapi rakyat tidak mendapatkan apa-apa dari sana,” katanya.
Karena itu, KDM ingin semua aset strategis kembali dikelola langsung oleh pemerintah provinsi. Ia mengaku, tidak ingin aset publik dikuasai segelintir oknum, melalui skema BOT yang merugikan.
KDM juga mengajak, DPRD Jabar mendukung langkah pengembalian aset tersebut. Menurutnya, ini merupakan jalan penting untuk melindungi hak dan kepentingan publik.
Selain itu, KDM juga menyentil kinerja BUMD. Ia mempertanyakan urgensi mempertahankan badan usaha daerah jika hanya menyerap APBD tanpa kontribusi nyata.
“Lebih baik tidak punya BUMD daripada BUMD yang hanya menggerogoti uang daerah dan menyalahgunaka aset,” tegasnya.
Untuk itu, Pemprov Jabar akan melakukan audit investigasi terhadap seluruh BUMD. Audit ini bertujuan memetakan permasalahan, menilai kelayakan dan merumuskan langkah perbaikan.
Gubernur Dedi menegaskan bahwa audit investigatif bukan sekedar formalitas. Hasil audit akan menentukan apakah BUMD perlu direformasi, dibubarkan, atau dialihkan.
“Audit ini akan memberi kita dasar kuat untuk mengambil kebijakan berikutnya,” jelasnya.
KDM juga mengingatkan bahwa tata kelola yang baik tidak boleh berhenti dipencapaian administratif. Pemerintah harus memastikan bahwa setiap rupiah dari APBD memberi dampak langsung kepada masyarakat.
Gubernur Dedi menyampaikan harapannya agar opini WTP dari BPK ke depan tidak hanya menjadi kebanggaan administratif. Ia ingin WTP menjadi indikator bahwa uang negara memang sampai kepada rakyat.
“WTP bukan tujuan akhir. Yang terpenting adalah rakyat merasakan manfaatnya,” pungkasnya.(Ries)