DEPOSTJABAR. COM (TASIKMALAYA).- Aksi anggota Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kota Tasikmalaya yang bertujuan untuk menyuarakan aspirasi masyarakat diwarnai kericuhan dengan aparat kepolisian.
Beberapa kader PMII, HMI mengalami luka lebam hingga berdarah, sebuah situasi yang kemudian menuai kecaman dari berbagai pihak.
Aksi tersebut dimulai pada pagi hari dengan ratusan mahasiswa PMII yang berkumpul di depan gedung DPRD Kota Tasikmalaya. Mereka membawa spanduk, poster dan meneriakkan berbagai tuntutan yang menyoroti kinerja anggota dewan yang baru dilantik.
Suasana semula kondusif, namun mulai memanas ketika pihak keamanan mencoba membubarkan massa dengan cara yang dinilai terlalu keras.
Sejumlah kader PMII dilaporkan mengalami kekerasan fisik, mulai dari pemukulan hingga pengejaran oleh aparat keamanan. Beberapa di antaranya bahkan harus dilarikan ke rumah sakit akibat luka-luka yang diderita. Kejadian ini dengan cepat menyebar di media sosial, memicu reaksi keras dari publik.
Bahkan di lokasi yang berbeda perempuan dari Himpunan Mahasiswa Islam(HMI) mendapatkan perlakuan kasar hingga jatuh ke aspal dan mixser yang dibawa oleh para aksinya di rusak oleh Polisi berseragam berbaret biru dongker yang bertuliskan Danyon melakukan aksi mendorong kepada seorang mahasiswi dan merusak alat mixser suara di kendaraan bak terekam kamera pengunjuk rasa.
Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) PMII Kota Tasikmalaya, Milki Muhammad Sidiq, mengecam keras tindakan represif yang dilakukan oleh aparat kepolisian.
Menurutnya, tindakan tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Kapolri Nomor 9 Tahun 2008 yang mengatur tata cara pengendalian massa dan sudah diatur berdasarkan Perkapolri Nomor 9 Tahun 2008 pada Pasal 13 yang menyebutkan bahwa dasar penanganan massa aksi bagi aparat keamanan harus melindungi hak asasi manusia, menghargai asas legalitas, menghargai prinsip praduga tidak bersalah dan menyelenggarakan pengamanan.
Ia menambahkan, dalam protap (prosedur tetap) tersebut, tidak ada kondisi khusus yang dapat dijadikan alasan bagi aparat kepolisian untuk melakukan tindakan represif.
“Dalam kondisi apapun, protap justru menegaskan bahwa anggota satuan Dalmas dilarang bersikap arogan dan terpancing oleh perilaku massa,” tegasnya.
“Seharusnya kalaupun kepolisian mau menerapkan upaya paksa, mereka harus menghindari tindakan yang bisa memicu kerusakan lebih lanjut. Mengejar, melempar balik, menangkap dengan kasar, atau bahkan memukul adalah tindakan yang jelas melanggar prinsip hak asasi manusia,” katanya.
Menurut Milki, tindakan yang dilakukan oleh aparat keamanan pada saat itu tidak hanya melanggar protap yang telah diatur, tetapi juga mencederai nilai-nilai kemanusiaan yang seharusnya dijunjung tinggi oleh setiap anggota kepolisian.
Sebagai bentuk protes dan upaya penegakan keadilan, LBH PMII Kota Tasikmalaya berencana untuk melaporkan kejadian ini kepada sejumlah lembaga terkait.
“Kami dari LBH PMII akan melaporkan hal ini kepada Komnas HAM, Paminal, Provost, dan Irwasum Polri. Kami juga sudah memiliki beberapa bukti video atas tindakan represif oleh anggota kepolisian tersebut,” pungkas Milki.(M.Kris)