Bagi umat Hindu, Ogoh-ogoh menjadi lambang pengakuan akan kekuatan alam semesta dan waktu, yang terbagi menjadi dua jenis yaitu Bhuana Agung dan Bhuana Alit.
Kekuatan ini memiliki sifat yang bisa digunakan untuk merusak tapi juga mampu memperbaiki dunia.
Menghapus keburukan dalam diri manusia
Masyarakat Bali percaya bahwa Ogoh-ogoh mewakili sifat buruk dalam diri manusia.
Oleh karena itu, mereka membuat ogoh-ogoh sebelum perayaan Nyepi sebagai bentuk pengakuan dan pemurnian diri atas keburukan yang dimiliki.
Pasca boneka besar yang telah dibuat itu diarak mengelilingi banjar atau desa, mereka kemudian membakarnya sebagai simbol pemurnian diri dari sifat buruk.
Hal ini mempersiapkan umat Hindu untuk melaksanakan tapabrata pada Hari Raya Nyepi yang berlangsung di esok hari.
Tapabrata atau juga dikenal Tapa Brata yaitu istilah dalam bahasa Jawa yang merujuk pada tindakan bertapa atau mengasingkan diri dari keramaian.
Dalam konteks perayaan Nyepi, tapabrata merupakan praktik untuk membersihkan diri dari sifat buruk dan memperkuat spiritualitas.
Dari penampilannya yang menyeramkan, ternyata perayaan budaya Ogoh-ogoh sebelum Hari Raya Nyepi memiliki makna filosofis yang tak terduga karena berkaitan dengan pengenalan keburukan diri manusia yang harus menjadi intropeksi setiap individu di masyarakat.*R