Padepokan Bunilaya Kuda Putih Gelar Festival Usik untuk Lestarikan Seni Ujungan

DEPSOTJABAR.COM (NAJAENGKA).- Minggu Pagi (07/05/2023), sayup sayup terdengar suara gamelan penca yang membahana di seantero perkampungan di kaki gunung Ciremai. Gending dari gamelan tersebut menyambut para jawara yang datang dari beberapa paguron Silat ( Perguruan bela diri ) di wilayah Kecamatan Maja dan Banjaran. Mereka datang ke desa tersebut untuk mengikuti sebuah festival ujungan yang diselenggarakan Padepokan Pencak Silat Ujungan Bunilaya Kuda Putih di Desa Cengal, Kecamatan Maja, Kabupaten Majalengka,

Dalam festival tersebut, masing masing jawara menampilkan berbagai seni bela diri dari padepokannya. Taufik Hidayat sebagai ketua penyelenggara sekaligus festival mengungkapkan, kegiatan ujungan dan silat yang dilaksanakan padepokan Bunilaya Kuda Putih, tiada lain untuk memperkenalkan kembali kesenian yang nyaris dilupakan banyak masyarakat.

Menurutnya, kegiatan tersebut tidak hanya menggelar ujungan namun juga pencak silat, Taufik menyebut kegiatan yang digelarnya disebut “Festival Usik”.

Usik dimaksud menurut Taufik adalah bergerak, yakni menggerakan kesenian-kesenian yang nyaris dilupakan, makanya yang ditampilkannya adalah sejumlah kesenian lama.

“Ada sekitar 10 peserta yang mengikuti pergelaran. Ini pertunjukan agar dikenal kembali anak atau remaja sekarang bahwa dulu ada kesenian bela diri ujungan,” ungkap Taufik.

Ujungan adalah salah satu kesenian tradisional yang ada di Kabupaten Majalengka yang kini nyaris dilupakan generasi masa kini. Bahkan kesenian ujungan nyaris tidak dikenal lagi oleh masyarakat di Majalengka karena kesenian tersebut nyaris tak pernah dipergelarkan apalagi ada yang bersedia mementaskannya.Jikapun dipergelarkan hanya pada momentum-momentum tertentu seperti  acara festival, acara adu ketangkasan domba sebagai acara pembuka atau dipentaskan ketika ada tokoh yang peduli dengankesenian tradisioal tersebut.

Sedangkan pagelaran dimasyarakat ketika hajatan nyaris tidak pernah ada, terkecuali yang menggelar hajatan anggota paguron, itupun sekedar nyumbang pentas tidak mendapat bayaran.

Menurut keterangan salah seorang budayawan di Majalengka Rachmat Iskandar, kesenian ujungan selain untuk adu ketangkasan yang menggunakan alat peraga rotan sama halnya dengan sampyong, pada jaman dulu biasanya dipergunakan untuk melakukan ritual memohon hujan.

Itu berawal dari dua petani yang berebut air untuk mengairi sawah disaat musim kemarau, perkelahian mereka dilerai tokoh warga setempat namun tak berhasil, akhirnya kedua orang yang bertengkar dibekali kayu dan mereka  saling pukul menggunakan kayu hingga luka-luka. Namun setelah itu tiba-tiba turun hujan cukup deras dan lahan pertanianpun terairi dan keduanya saling memaafkan.

Sejak kejadian itu simbol saling pukul menjadi tradisi untuk memohon hujan.

Seiring berjalan waktu, ujungan menjadi seni bela diri seperti samyong yang permainannya menggunakan tongkat rotan ukuran kurang lebih 125 cm.  Ujungan memukul tubuh menggunakan rotan dan pukulannya tidak dibatasi, sedangkan sampyong memukul tubuh mulai bagian paha hingga kaki.

Ujungan dimainkan oleh dua orang pemain dengan satu orang wasit atau kamandang, kesenian inipun diiringi dengan tabuhan gamelan dengan gamelan kendang pencak, para pemain menari  mengikuti suara gamelan. Gerak tari yang ditampilkan adalah gerak tari yang menunjukan atau melambangkan kekuatan tubuhnya dan kelincahan menghindar dari “sabet”an lawan.

Walaupun dalam pertunjukanya adalah bentuk perlawanan atau bentuk adu kekuatan, namun setelah pertunjukan usai, para pemain tidak ada unsur dendam atau sejenisnya, rasa kekeluargaan dan sportivitasnya tetap terjaga dengan baik.

Pepep Saeful Hidayat tokoh masyarakat yang juga anggota DPRD Jawa Barat mengapresiasi kesenian ujungan untuk terus dilestarikan dan jangan sampai punah. “Kesenian tradisional harus tetap dikenal anak muda. Untuk itu tokoh-tokoh kesenian daerah diharapkan mampu menginspirasi anak muda dan menularkan ilmunya untuk mereka. Kesenian tradisional harus tetap ada dan bisa dipintonkan walaupun mungkin tidak lagi disukai anak muda karena pergeseran jaman,” ungkap Pepep yang hadir di acara festival usik tersebut. (Ast)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar