Puluhan Disabilitas Cimahi Garap Lahan Pertanian Seluas 5.000 Meter, Saat Ini Fokus Menanam Cabai

DEPOSTJABAR.COM (CIMAHI).- Penyandang disabilitas yang tergabung ke dalam Kelompok Tani Tumbuh Mandiri (KTTM) Kota Cimahi saat ini  tengah fokus menaman cabai.  

Mereka sibuk bercocok tanam di lahan pertanian di Jalan Demang Hardjakusumah, Kelurahan Cibabat, Kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi. Terik panas matahari tidak membuat sejumlah penyandang disabilitas kehilangan semangatnya. 

Berdasarkan data dari Kementerian Sosial Tahun 2021 terungkap, ada sekitar 15,6 juta penduduk Indonesia penyandang Disabilitas (orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan atau sensorik dalam jangka waktu lama).

Penyandang disabilitas seperti tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa itu bekerja sama untuk menyelesaikan pekerjaannya seperti ada yang menanam, mencangkul, merawat tanaman, dan menyiram.

Meski memiliki keterbatasan fisik, para penyandang disabilitas, baik laki-laki maupun perempuan itu tidak kesulitan saat menggarap lahan pertanian. Mereka pun terus berkomunikasi dan sesekali bercanda untuk mencairkan suasana di saat mereka sudah merasa lelah.

Meski tubuh sudah lelah dan keringat terus bercucuran dari balik kerudung disabilitas perempuan dan topi yang dipakai laki-laki, mereka pantang menyerah sebelum pekerjaan selesai hingga waktu yang telah ditentukan

Sebelumnya mereka bisa berhasil memanen tanaman lain seperti jagung, kacang, dan mentimun.

“Sekarang kami lagi bercocok tanam, menanam cabai bersama teman-teman disabilitas yang lainnya,” ujar Ketua Kelompok Tani Tumbuh Mandiri, Permana Dwi Cahya (31).

Permana menceritakan, para penyandang disabilitas itu terjun ke dunia pertanian setelah ada seorang profesor yang sangat perhatian kepada disabilitas.

“Kami diajak bertani karena beliau yakin kami mampu. Nah dari situ penyandang disabilitas tergerak semua dan Alhamdulillah sampai sekarang bisa jalan,” kata pria penyandang disabilitas daksa ini.

Hingga saat ini, kata Permana, sudah ada 26 penyandang disabilitas yang telah bergabung ke dalam kelompok tani ini.

Tetapi semuanya harus belajar bertani secara autodidak dan dengan modal tani seadanya hasil dari swadaya semua anggota.

“Kalau modal swadaya anggota karena mereka ada yang bekerja di luar sana. Jadi kalau ada rezeki kita sisihkan untuk kas. Alhamdulillah kita sudah pernah panen timun, kacang, dan jagung,” ucap Permana.

Dengan menggarap lahan seluas 5.000 meter persegi milik sang profesor itu, kata dia, mereka tetap solid dalam bekerja menggarap lahan pertanian. Mereka sudah memiliki tugas masing-masing sesuai dengan kemampuan anggota.

Permana mengatakan, untuk penyandang disabilitas tunagrahita tugasnya tidak terlalu berat, yakni hanya membersihkan gulma, lahan, dan merawat tanaman.

Sedangkan untuk anggota lainnya terlibat semua hingga memanen. Kendati demikian, Permana mengakui sempat terkendala berkomunikasi dengan penyandang tunarungu karena mereka yang memiliki cara khusus untuk berkomunikasi yakni dengan bahasa isyarat.

Tetapi seiring berjalannya waktu, hal ini bisa diatasi. “Jadi komunikasi itu bisa terjalin baik dengan sendirinya,” ujar Permana.

Dengan komunikasi yang sudah berjalan dengan baik antara sesama disabilitas itu, akhirnya proses bertani mereka yang sudah berjalan sekitar tiga tahun tersebut bisa membuahkan hasil.

Apalagi Permana juga memegang peran penting dalam kelompok ini. Selain sebagai ketua, dia juga merangkap sebagai marketing, memasarkan produk pertanian.

“Jadi saya sudah punya sasaran jelas untuk menjual hasil panen. Kadang ke pasar, tapi lebih bagus ke end user karena ke pasar kan ada tengkulaknya,” tutup Permana. (Bagdja)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *