Harga Beras Terus Melonjak, 70 Persen Pabrik Penggilingan Padi di Majalengka Berhenti

DEPOSTJABAR.COM (MAJALENGKA).- Harga beras di pasaran terus melonjak mencapai Rp 17.000 hingga Rp 18.000 untuk jenis premium, seiring dengan lonjakan harga gabah di tingkat petani yang kini telah mencapai Rp 950.000 hingga Rp 1.000.000 per kuintal.

Akibat terus melonjaknya harga gabah dan tidak sebanding lagi dengan harga jual, kini hampir 70 persen penggilingan beras di Majalengka berhenti beroperasi, kalaupun masih ada diantaranya hanya melayani pasar lokal saja.

Ketua Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Kabupaten Majalengka, Dedi Koswara menyebutkan, saat ini harga beras nyaris tidak terkendali dan terjadi kenaikan harga setiap pekan.

“Sekarang hampir 70 persen pengusaha penggilingan di Majalengka berhenti beroperasi, kalaupun jalan hanya sesekali dalam sepekan karena tidak tersedia gabah. Di saat ada gabah harga mahal, biaya tidak tertutupi oleh harga jual,” ungkap Dedi, Jumat (9/2/2024).

Dengan terus melonjaknya harga gabah, lanjut Dedi, sejak Januari pengusaha harus menyiapkan tambahan dana sebesar 50 persen serta dana cadangan sebesar 50 persenan karena modal terhadap barang berkurang, sehingga modal harus dua kali lipat.

“Dengan harga yang terus naik maka modal terhadap barang berkurang 50 persenan, dana cadangan modal harus juga disiapkan, bagi yang modal minim tentu memilih berhenti beroperasi,” kata Dedi.

Menurutnya, saat ini beras medium diterima di Bandung dan Bogor telah mencapai Rp 15.000, harga sebesar itu berdasarkan harga beli yang masih Rp 14.500 per kg yang dilakukan pada akhir Desember. Untuk pembelian sekarang yang telah mencapai Rp 15.000 per kg, harga jual minimal Rp 15.600 hingga Rp 15.700 per kg.

Dedi menyebutkan,  penyaluran bantuan sosial yang dilakukan pemerintah untuk keluarga miskin sebanyak 10 kg per KK tidak membawa dampak pada penurunan harga beras di pasaran, karena gabah dan beras di tingkat petani benar – benar habis.

Yang harus dilakukan, kata Dedi, untuk meredam harga beras walaupun sifatnya sementara, perlu dilakukan operasi pasar. Hanya persoalannya apakah Bulog masih memiliki stok beras atau tidak.

“Sekarang terkesan pemerintah membiarkan harga terus melonjak, tidak ada penyeimbang karena operasi pasar tidak dilakukan. Kalau operasi pasar dilakukan setidaknya ada peredam walaupun sifatnya sementara,” ungkap Dedi yang kini hanya memiliki stok sebanyak 30 tonan itupun langsung dikirim ke Bandung untuk memenuhi pesanan kemasan 4 kg.

Dedi memprediksi, mahalnya harga beras dan gabah akan terus berlanjut hingga setahun kedepan. Ini terjadi karena petani terlambat tanam akibat El Nino. Tahun ini masa panen diperkirakan baru terjadi pada April mendatang, musim tanam kedua baru akan dilakukan Mei sehingga panen MT II dilalukan September atau Oktober. Itupun jika air masih tersedia, jika air tidak tersedia maka panen terancam gagal, dampaknya harga gabah kembali melonjak.

Dedi menyarankan, agar masyakat tidak terbebani dengan harga beras Pemerintah Daerah harus memiliki cadangan beras yang disimpan di gudang, ketika masyarakat butuh beras bisa dikeluarkan, atau Bulog terus menyebar beras di pasaran.

Stok Beras

Pengelola Pasar Sindangkasih Supriadi dan Pengelola Pasar Kadipaten,  Eyek Eka Cahya menyebutkan, kenaikan harga beras di pasar tradisional sudah berlangsung dua hari terakhir. Beras premium di Pasar Kadipaten telah mencapai Rp 18.000 per kg, untuk premium kualitas I seharga Rp 17.000. Sedangkan beras medium di pasar telah mencapai Rp 15.000 hingga Rp 16.000 per kg.

Namun demikian stok beras menurut mereka mencukupi. Bahkan menurut Supriadi salah satu grosir beras pada Senin (5/2/2024) mendapat kirman sebanyak 5 tonan.

“Naiknya harga beras karena harga gabah terus melonjak kini telah mencapai Rp 950.000 per kuintal,” katanya.(ast)