Peran Bung Tomo dalam Peristiwa 10 November dalam Kajian Filsafat Sejarah

Bung Tomo merupakan salah satu tokoh dalam peristiwa pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Bung Tomo berhasil mengajak rakyat Surabaya untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari serangan pasukan Sekutu dan NICA. Peristiwa itu membuat Bung Tomo dekat dengan rakyat dan menjadi populer.

Bung Tomo mempunyai cara yang berbeda dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan di Surabaya yakni dengan mengobarkan semangat rakyat melalui radio, oleh karena itulah penulis tertarik mengkaji dan menganalisis Peranan Bung Tomo dalam Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya.

Sikap heroik Bung Tomo banyak dijadikan kajian menarik dalam penulisan sejarah. Ketokohan Bung Tomo dengan segenap kontroversi dalam peristiwa 10 November 1945 akan dikaji dalam konteks filsafat sejarah.

Filsafat Sejarah merupakan cabang filsafat khusus sebagaimana Filsafat Manusia, Filsafat Sosial, Filsafat Bahasa, Filsafat Seni, Filsafat Kebudayaan dan yang lainnya. Filsafat sejarah terutama meneliti azas-azas paling fundamental ataupun hakiki dalam proses historik sebagai keseluruhan dalam keanekaan peristiwa.

Istilah filsafat sejarah merujuk pada aspek teoritis sejarah dalam dua pengertian. Sudah menjadi kebiasaan untuk membedakan filsafat kritis sejarah dengan filsafat spekulatif sejarah.

Filsafat kritis sejarah adalah aspek “teori” dari disiplin ilmu sejarah akademis, dan berkaitan dengan permasalahan seperti asal-usul bukti sejarah, sejauh mana objektivitas dapat dilakukan, dan sebagainya. Teori Filsafat Spekulatif Sejarah adalah bidang filsafat tentang signifikansi hasil, jika ada, dari sejarah manusia. Penelitian ini tidak menggunakan teori fisafat kritis melainkan teori filsafat spekulatif.

Filsafat sejarah spekulatif akan menghasilkan struktur dasar dan kerangka keseluruhan proses sejarah. Sehingga dapat dilihat polanya, hukum, atau makna secara umum/keseluruhan yang dapat digunakan untuk memandang peristiwa yang lain/masa depan.  Dengan filsafat sejarah nantinya akan ditemukan sebuah penggerak proses sejarah, seperti asas/hukum umum yang menguasai dan mengendalikan, arah dan muara, serta makna/arti proses sejarah.

Metode yang digunakan pada penulisan  ini adalah metode deskriptif analisis yang didasarkan pada metode penelitian sejarah. Pada penelitian ini terdapat tahapan-tahapan sebelum penelitian ini dilakukan, yakni: heuristik atau pemilihan topik, kritik sumber, verifikasi interpretasi dan historiografi.

Pada penelitian ini sumber yang digunakan berupa sumber tertulis seperti artikel jurnal, buku, dokumen bersejarah dan berbagai informasi yang terkait dengan judul. Analisis sumber pada penelitian ini menggunakan analisis historis yang tujuannya untuk memberikan gambaran yang jelas dan sesuai dengan fakta sejarah.

Teori sejarah adalah seperangkat nilai dan filosofi yang dimiliki oleh sejarawan dalam memandang masa lalu. Dalam ilmu sejarah, teori diibaratkan seperti pisau yang akan mengupas secara dalam untuk mengungkap kebenaran dan objektivitas suatu peristiwa. Teori memiliki kedudukan yang sangat penting dalam penelitian sejarah.

Teori struktural sendiri diturunkan dari perspektif filsafat spekulatif, yang meyakini bahwa sejarah memiliki pola-pola dasar yang tetap dan konstan. Pola dasar yang dimaksud yaitu, setiap peristiwa sejarah memiliki proses awal (lahir) peristiwa, proses berkembang, puncak (kejayaan), proses kemunduran, dan hancur (habis).

Meski tidak seluruh peristiwa sejarah lengkap memiliki semua pola, adakalanya setelah lahir langsung mencapai puncak kejayaan, dan kemudian tiba-tiba hancur karena suatu peristiwa. Kompleksnya materi sejarah yang diajarkan kepada anak didik, membutuhkan suatu strategi atau model yang tepat untuk meramunya, agar tujuan, nilai-nilai, dan makna setiap peristiwa sejarah tersampaikan.

Artikel ini khusus membahas penerapan model berstruktur dalam pembelajaran sejarah, untuk mencari dan menganalisis makna setiap perubahan dalam peristiwa sejarah.

Penulisan ini bertujuan untuk mengkaji peristiwa bersejarah dan peranan Bung Tomo dalam Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya. Menelusuri latar belakang kehidupan Bung Tomo, latar belakang peristiwa, peristiwa Hotel Yamato di Surabaya, kronologi peristiwa dan peran Bung Tomo dalam peristiwa tersebut.

Selain itu,  bertujuan untuk menganalisis dinamika dari peristiwa yang terjadi di Surabaya pada tanggal 10 November 1945 yang melibatkan para pemimpin dan tokoh-tokoh besar di Surabaya, arek-arek Surabaya, pasukan sekutu (Inggris) dan AFNEI (Belanda).

Artikel ini membahas peran Bung Tomo dalam peristiwa 10 November 1945. Bung Tomo sebagai tokoh sentral yang mempiliki peran penting dan pengaruh yang besar dalam memberikan pemantik dan semangat nasionalisme terhadap para pasukan arek-arek Surabaya melalui berbagai tulisan dan pidatonya yang berapi-api yang dapat menggerakan perjuangan arek-arek Surabaya dalam melawan sekutu.

Dalam pertempuran 10 November 1945 di Surabaya ini melahirkan nama-nama tokoh yang berperan penting salah satunya adalah Bung Tomo. Bung Tomo memiliki latar belakang keluarga, pendidikan hingga karir yang cemerlang sehingga dapat membentuk sifat dan kepribadiannya yang santun, pantang menyerah, semangat dan kritis dalam memperjuangkan kemerdekaan hingga menjaga kemerdekaan Indonesia.

Berdasarkan kajian-kajian teoretik sejarah, Bung Tomo dalam peristiwa 10 November 1945 di Surabaya memiliki peran penting yang terlihat berbagai tulisan-tulisan yang dipublikasikan dalam surat kabar hingga pidato-pidatonya yang memantik semangat yang berapi-api untuk pasukan arek-arek Surabaya.

Pertempuran di Surabaya pada tanggal 10 November 1945 merupakan salah satu pertempuran yang hebat yang pernah sekutu hadapi selama berada di Indonesia. Walaupun pihak arek-arek Surabaya menelan kekalahan dari sekutu namun, dari segi moral perlawanan ini dimenangkan oleh arek-arek Surabaya dengan pantang menyerah menjaga kemerdekaan Indonesia.

Dari pihak sekutu juga banyak terbunuh dalam perstiwa berdarah di Surabaya ini yang terjadi hampir satu bulan lamanya. Walaupun pihak arek-arek Surabaya menelan kekalahan dari sekutu namun, dari segi moral perlawanan ini dimenangkan oleh arek-arek Surabaya dengan pantang menyerah menjaga kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itu, pertempuran yang terjadi di Surabaya ini menjadi suatu peristiwa bersejarah hingga saat ini tanggal 10 November diperingati sebagai hari Pahlawan Nasional dan Kota Surabaya disebut sebagai kota Pahlawan. (Ali Akbar Suherlan/ Mahasiswa SPI UIN Sunan Gunung Djati Bandung) ***