Bagian 22, Kerajaan Demit di Pabrik Gula Terbengkalai

DEPOSTJABAR.COM,- Siapapun yang menyerupai pak Edi berniat baik dengan menjauhkan mas Anton dari pusat yang seharusnya memang tidak ia datangi.

Seharian mas Anton hanya tiduran di dalam kamar. Badannya letih, masih tidak isa menerima ini begitu saja. Namun, kemudian ia ingat. Sekarang, ia di ruma ini sendirian setelah mas Fadhil pergi untuk bekerja di shift sore.

Hari mulai petang, mas Anton bergegas mengambil air wudhu kemudian masuk ke dalam kamar. Di bentangkan sajadahnya di samping tempat tidur. Kemudian berniat untuk menunaikan shalat maghrib. Namun, petang ini ia tau, dirinya tidak sendirian di kamar ini.

Mas Anton berniat menunaikan shalat maghrib di dalam kamar. Namun, jangankan untuk mengkhusyukkan diri. Untuk membaca al-fatihah saja ia beberapa kali harus mengulanginya. Karena, seseorang seperti sedang melihatnya entah dari sudut mana.

Yang mas Anton ingat, ada bayangan wajah. Bayangan wajah itu seolah tertawa melihat ia menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim. Benar saja, baru rakaat satu, tiba-tiba saja sesuatu menepuk bahunya.

Ia yakin bahwa ia baru saja merasakan tepukan di bahu. Sudah menjadi kewajiban seorang muslim, ketika ia shalat sendiri di surah atau masjid. Bila seseorang menepuk bahu maka itu adalah peribtah bahwa ia harus menjadi imam untuk yang meneouk bahu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *