“awakmu gak wes tak kandani ta, ojok MBUKAK LAWANG!” (bukannya kamu sudah sayang kasih tau, jangan buka pintunya!). Terjadi ketegangan di situasi ini. hingga tiba-tiba mbah Tamin mencengkram leher Sri, dini yang melihat itu, panik.
“SOPO SING MOK OLEHI MELBU OMAH, NANG NDI MAKHLUK IKU!!” (SIAPA YANG KAMU IZINKAN MASUK, DIMANA SEKARANG DIA BERADA).
Dini coba menahan mbah Tamin, Sri hanya membuang muka, ia gemetar ketakutan. “nang kamar njengengan mbah, tiange mbelet mriku” (di kamar anda mbah, dia masuk kesitu) ucap Dini, mbah Tamin sempat melirik Dini dengan wajah marah sebelum akhirnya bergegas masuk ke rumah dengan berlarian seakan ingin segera melihatnya.
Sri dan Dini ikut mengejar, mereka sempat melihat Erna yang terdiam mematung seakan kaget melihat Mbah Tamin muncul dari luar rumah, padahal ia tahu betul, si Mbah belum keluar dari kamarnya sejak semalam masuk kesana.
Tepat letola mereka samai disana, mereka melihatnya. Seorang mengobrak-abrik kamar mbah Tamin, semia barang mbah Tamin berantakan. Namun yang membuat semua orang tercengang adalah, di atas ranjang tempat tidurnya, ada nisan dari kayu yang tertulis nama “atmojo”.
Nama keluarga tempat mereka mengabdikan diri. Krasa Atmojo cukup lama bagi mbah Tamin, memeriksa benda itu. Tanpa melihat Sri dan Dini, sim bah berucap “opo sing di lakoni nang kene mambegngi ndok” (apa yang dia lakukan disini semalam).
Lantas, apa yang akan terjadi selanjutnya?