DEPOSTJABAR.COM,- Setelah percakapan itu, Mbah Tamin masuk ke dalam kamar, mengunci pintunya dan membiarkan semua kejadian itu meluap begitu saja. Banyak pertanyaan yang masih menggantung di pikiran Sri dan Erna.
Pagi itu, di sekitar pondok ada kabut tebal menutupi seluk beluk hutan, membuat pandangan mata terbatas, sejak fajar menyingsing. Sri dan Dini sudah ada di sumur, mencuci pakaian untuk keseharian mereka, sedangkan Erna sedang membasuh Dela di dalam kamar.
Hingga akhirnya terdengar langkah kaki. Sri yang pertama mendengarnya. Ia berdiri untuk melihat, dari jauh muncul sosok hitam dari balik kabut dengan perawakannnya yang familiar. Demah pondok rumah ini memang sederhana, dari teras maupun kamar mandi, bisa melihat keseluruhan area sekitar hingga sosok itu mendekat dan semakin jelas.
Semakin dekat sosok itu, Sri semakin yakin. Dan benar saja, ia mematung sesaat sebelum akhirnya Dini ikut berdiri dan melihat apa yang membuat Sri tampak tercekat dalam ekspresi wajahnya ketika ia melihat Mbah Tamin mendekat dengan wajah yang letih.
Ketika Mbah Tamin berdiri di depan Sri, ia bertanya. Apakah petuah beliau sudah dijalankan. Sri hanya dia,, bibirnya gemetar dan Dini lah yang berinisiatif mengambil situasi, ia mengucap dengan lirih.
“mbah, sampeyan membengi mboten mantok ta” (mbah, bukannya semalam, anda pulang?). mbah Tamin yang mendengar itu tiba-tiba mengejang, otot wajahnya mengeras. Lagsung menatap Sro deham ekspresi tidak percaya, terlihat ada amarah di tatapannya.