Kisah Sewu Dino, Bagian 18

DEPOSTJABAR.COM,- “Wong tuwek iku, rupane gak goblok yo (Orang tua itu, tidak bodoh ya),” kata Dela.

“Percuma, aku ra isok metu tekan alas iki (Percuma saja, ternyata, aku tetap tidak dapat keluar dari hutan ini),” Sri hanya diam.  Ia juga bingung harus melakukan apa.

“Wes cidek waktune, diluk engkas (Sudah dekat waktunya, sebentar lagi).” Kalimat terakhir Dela seperti memberi isyarat tentang sesuatu.

“Jek rong ngerti (Masih belum mengerti), rambut sing di culi kancamu iki, mbok piker opo (rambut yang di lepas temanmu, kamu pikir apa)? Rambut Dela,” Dela menjawab berteriak.

Sosok itu mengangguk.  “Teros,” mata Sri terbelalak mendengarnya. “Mbok pikir aku sengojo mbujuk awakmu to (Kamu pikir saya sengaja menipumu kan) jek rong ngerti pisan (masih belum mengerti juga).  Erna,” kata Sri.

Seketika itu, Dela tertawa. Ia tidak pernah melihat suara tertawa semengerikan itu. Sri akhirnya kembali ke rumah tanpa Dela. Langkah kakinya berat memikirkan semua kemungkinan yang Sri pikirkan dari tadi. Dan saat ini, ia masuk ke rumah, ia bisa melihat genangan darah.

Sri akhirnya menjelaskan semuanya kepada Dini. Apa yang terjadi kepada Erna, apa yang terjadi kepada Dela.  Apa yang disembunyikan orang tua itu, dan apa yang tidak dikatakannya tentang pekerjaan ini.  Semua berujung pada pemindahan santet saja, karena mereka memiliki garis weton yang sama.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *