Kisah Sewu Dino, Bagian 31

DEPOSTJABAR.COM,- Sri merasa itu adalah rasa sakit terhebat yang pernah ia rasakan.

Suara Sri menggelegar, mereka sama-sama berteriak. Namun, ada suara lain yang ia dengar. Suara eorang lelaki, ia tidak hanya berteriak, ia mencaci mai dengan suaranya yang gemetaran. Suara asing yang tidak diketahui dari mana datangnya.

Suara itu.. suara si pengirim santet. Kesakitan itu benar, membuat Sri tidak tahu apa yang harus ia gambarkan. Karena setelah sentakan itu nyawanya seperti ditarik. Saat itulah, Sri yakin melihatnya, Dela selama ini, menggendong seorang wanita. Ia memiliki perut buncit, hanya saja sosok itu tidak berkaki.

Selama itu juga, Sri melihatnya, sosok yang datang bertamu pada malam itu rupanya seorang lelaki. Sri tidak mengenal siapa lelaki itu. Hanya saa, si lelaki mengacak-acak kamar si Mbah. Namun tampaknya ia tidak mendapatkan benda yang ia cari, ia pun mengambil kain hitam itu.

Menukarnya. Ia hanya meninggalkan sebuah patek “peti mati” bertuliskan Atmojo, lalu pergi begitu saja. Sri menyadarinya. Kini, mereka terikat satu sama lain.

Santet sewu dino sebenarnya adalah santet yang tersambung satu sama lain. Nyawa dibayar nyawa. Lelaki itu, ia memliki sesuatu yang sama seperti Dela, kembar. Hanya saja, ia senantiasa berjalan dibelakangnya, kakinya panjang nyaris 2 kali tinggi si lelaki, ia terus meneris mengikutinya.

“Banarogo”. Sri terbangun, dengan kaki lumpuh. Ia melihat mbah tamin menatapnya. Didepannya, Dela berdiri. Meski berlumuran darah seperti Sri, Dela menatapnya dan membungkuk berterimakasih. Dini, hanya duduk, matanya kosong. Mereka semua sama, berbagi rasa sakit. Namun tidak bagi pengirim santet. Mungkin ia sudah rewash saat ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

69 komentar