Puasa Waktu Kecil : Kepala SMAN 1 Sukahaji Tamat Puasa Dapat Hadiah Bebas Memilih Baju Lebaran

DEPOSTJABAR.COM (MAJALENGKA).-Datangnya bulan suci Ramadan, selalu menjadi momen penuh berkah dan kebahagaian bagi umat muslim di seluruh dunia. Ada cerita, pengalaman, dan kesan tersendiri yang dirasakan tiap kali bulan Ramadan datang. Bahkan ada kisah-kisah yang tak pernah terlupakan karena terjadi pada bulan suci ini. Tiap orang pun punya cara sendiri dalam memaknai bulan Ramadan.

Seperti halnya cerita Kepala Sekolah SMAN 1 Sukahaji, Enok Deby Suharyani yang masa kecilnya dihabiskan di perkampungan daerah Kadipaten Majalengka.

Deby menuturkan, saat masih kanak-kanak, bulan puasa merupakan hal yang paling dinanti-nantikan, meskipun agak sedikit terbebani karena harus menahan lapar seharian hingga tiba waktu berbuka.

Begitu terbayang kehebohan saat berbuka puasa dengan segala jenis makanan, ramainya orang-orang salat tarawih berjamaah di surau dan masjid, antusias untuk makan saat sahur walaupun mata ngantuk tak tertahankan, serta menunggu dan menghitung hari menuju hari kemenangan.

“Bagi saya, belajar berpuasa saat masih kanak-kanak merupakan pengalaman spiritual yang tak terlupakan. Belajar bangun lebih awal, menahan kantuk dan malas, belajar sabar untuk menahan hawa nafsu makan minum hingga tiba waktu berbuka, belajar untuk tetap beraktifitas meski badan lemas, belajar untuk senantiasa meningkatkan aktifitas ibadah seperti shalat dan mengaji, dan banyak hal lainnya yang dapat dijadikan pelajaran,” tutur Enok.

Teringat saat pertama kali belajar berpuasa dimana waktu itu, masih duduk di bangku kelas 4 Sekolah Dasar. Kebetulan ia tinggal di blok Ampera pasar Kadipaten, yang mana  d ilingkungan tersebut kebanyakan orang orang cina, jadi teman sepermainan  semuanya anak anak keturunan Cina yang berbeda keyakinan, sehingga banyak yang tidak berpuasa.

Oleh karena itu, saat melihat mereka pada makan disiang hari, saya sering marah marah dan protes kepada ibu karena ingin membatalkan puasa.

“Bu ! Tuh teman teman juga nggak pada puasa, kenapa saya harus puasa”, tanya saya pada Ibu sambil merengek nangis ingin membatalkan puasa. Namun ibu selalu sabar menghadapinya, saat saya mulai rewel ingin berbuka puasa sebelum datangnya adzan magrib. Dia selalu membujuk saya agar bersabar setiap kali saya rewel dan merajuk ingin berbuka puasa, ibu kerap kali membelai rambut ku dan menyuruh saya untuk tidur atau ngabuburit sampai  adzan magrib tiba,”jelasnya.

Menanti-nanti adzan magrib yang ditunggu, padahal saat itu waktu masih menunjukkan pukul 14.00 WIB. Waktu terasa begitu lama, akhirnya ia  bersama teman teman menghabiskan waktu dengan bermain sepeda dari Kadipaten menuju Babakan Anyar yang jaraknya cukup jauh, kurang lebih sekitar 2 km. Kami disana bermain dan bersenda gurau sambil menikmati pemandangan alam yang begitu indah dengan melihat keindahan gunung Ciremai nun jauh di sebelah timur sana. Beberapa menit jelang adzan magrib, mereka segera bergegas pulang untuk berbuka puasa dengan segala makanan yang sudah sejak pagi di kumpulkan buat waktu berbuka.

Masih ingat sampai sekarang, saat menjalankan ibadah puasa diusia 12 tahun diwaktu kelas 6 SD. Saat itu, merupakan ibadah puasa yang ketiga tahunnya baginya. Mungkin bagi ibu waktu itu, sudah terbiasa dengan sikapnya yang jika masuk bulan ramadan suka rewel jika sedang berpuasa.

 Oleh karena itu, ibu dan ayah mensiasati agar puasa saya bisa tamat sampai hari lebaran. Mereka membuat kesepakatan dengan saya. Jika saya tamat puasanya seharian penuh maka mereka akan memberikan hadiah uang sebesar Rp. 100,-/hari dan bila selama sebulan tidak batal berpuasa saya dibebaskan untuk memilh baju lebaran baru sekehendaknya.

Karena itulah, walaupun berpuasa pada saat itu terasa berat, ia dengan sabar menjalaninya. Saat perut merasakan lapar dan haus, saya terus bertahan karena selalu ingat hadiah yang akan diberikan ibu dan ayah kepada saya,  sehingga bisa menamatkan puasa saya sebulan penuh.

“Terima kasih ibu, kini Ramadanku tak lagi sama seperti waktu kecilku dulu, namun apa yang engkau berikan waktu itu, akan menjadi kenangan terindah untukku dan untuk diceritakan kembali kepada anak anakku,” pungkas Enok Deby Suharyani. (Ast)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *