Bagian 21, Kerajaan Demit di Pabrik Gula Terbengkalai

Ketika tanpa sadar, mas Anton terus mendekati lahan. Ia mulai merasa ridak bisa mengendalikan diri untuk pergi. Ia tau, ada yang tidak beres waktu suara anak-anak dan orang tua yang tertawa di iringi lagu-lagu jawa menambah keinginanya untuk ikut.

Sampai, pak Edi menyadarkannya.

“Ton. Iki guk nggomu jogo, lapo nang kene?” (Ton, ini bukan tempatmu berjaga, nhgapain kamu disinu?)

Mas Anton segera menunjuk apa yang ia lihat. Namun, ketika ia melihat lahan itu lagi, ia baru sadar, sudah menunjuk lahan dengan cerobong pabrik di depannya. Yang lebih mengejutkan lagi, tempat itu gelap gulita tanpa ada satu orangpun disana.

Pak Edi segera membawa mas Anton pergi. Diantarnya ia k epos jaga, ketika akhirnya ia melihat teman-teman berjaganya ia bercerita.

Semua yang mendengar, baru kali ini memasang wajah tertarik. Sampai mas Anton bercerita, bila ia tidak disadarkan pak Edi, mungkin besok ia sudah lenyap.

Semua temannya saling menatap satu sama lain. ?Pak Edi opo maksudmu?” (Pak Edi apa maksudmu?)

“Pak Edi” kata mas Anton menegaskan, “iki lho wonge” (ini loh orangnya)

Namun, tak seorang pun berdiri disana. Mas Anton baru diberi tau bahwa, pak Edi tidak akan jaga malam hari ini, ia sedang ada di rumah, anaknya sedang sakit.

Mas Anton hanya terdiam, termangu memikirkan siapa yang sudah menemaninya malam ini.

Setelah malam itu, mas Anton jatuh sakit. Mas Fadhil mengatakan seharusnya mas Anton bersyukur. Siapapun yang menyerupai pak Edi berniat baik dengan menjauhkan mas Anton dari pusat yang seharusnya memang tidak ia datangi.

Bersambung… (Bersumber dari Twitter @simplem81378523 / PARISAINI R ZIDANIA)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *