Bagian 28, Kerajaan Demit di Pabrik Gula Terbengkalai

Dalam langkah menembus kebun pisang, pak Sukib berpikir, tidak mungkin itu buah kelapa. Disini kan kebun pisang, dan suara pisang jatuh tidak akan sekeras itu.

Tapi, rasa penasaran terkadang membutakan akal pikiran manusia. Sehingga pak Sukin mulai mencari-cari dimana sumber suara oitu berasal. Ia bergerak kesana kemari, melewati satu pohon pisang ke pohon pisang lain, akhirnya, matanya tertuju pada siluet bundar di atas tanah.

Ia menyorot benda asing itu dengan senter ditangannya. Mendekatinya, kemudian memungutnya. Rupanya, sebuah batu besar biasa.

Kecewa, pak Sukin berniat membuangnta begitu saja. Namun aneh, batu itu mendadak memiliki tekstur lain dan ketika pak Sukin mengamatinya lebih jeli, dilihatnya sebatok kepala tengah rtersenyum menyeringai menatap wajahnya.

“ndas kelontong” (kepala bunting” katanya. Ia langsung lari membuangnya jauh-jauh. Dengan lamgkah kaki yang cepat, pak Sukin berlari meninggalkan tempat itu. Matanya awas memandang sekeliling.

Mencari dimana ia meninggalkan anaknya tadi. Namun, ia bingung di tempat ia meninggalkan Nur, ia tidak menemukan anaknya.

Gelisah campur takut, mendadak memenuhi pikirannya, pak Suki mulai memanggil Nur dan masuk ke celah kebun pisang yang semakin lama semakin membuatnya merinding.

Lega, ia melihat Nur dari kejauhan. Ia tengah duduk di atas pokok pisang yang tumbang. Tampaknya, ia sedang menunggu dirinya. Tanpa berpikir panjang, pak Sukin mendekatinya. Tetapi ia kembali mencium aroma wangi melati lagi, tipis.

Dan benar saja….

Bersambung… (Bersumber dari Twitter @simplem81378523 / PARISAINI R ZIDANIA)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *