Kisah Horor Desa Gondo Mayit, Bagian 10

 “ten griya kulo mbah” (ke rumah saya sendiri mbah) 

Si mbah awalnya hanya berdiri. Namun, perlahan-lahan tubuhnya tertekuk lalu membungkuk menatap mereka dengan senyuman paling mengerikan yang pernah mas Erik dan mas Damar lihat seumur hidup.

“penyakitmu wes waras le?” (penyakitmu sudah sembuh kah nak?)

Mas Damar terdiam lama. Kemudian mas Erik maju.

“mbah, panjenengan sinten asline?” (mbah, sebenernya anda itu siapa?)

Saat itulah, senyuman buruk rupa itu menjelma menjadu suara tawa yang membuat mas Erik dan mas Damar menggigil karena ngeri. Bulukuduk mereka berdiri dan dada mereka berdetak tanpa henti.

“Deso Gondo Mayit” (Desa perenggut nyawa) kata si Mbah, degan langkah tertatih mendekati mas Erik dan mas Damar beringsut mundur.

“sopo wes melbu Deso iki, ra bakal isok muleh le, wes nurut’o omong si mbah”

(siapa saja yang sudah masuk ke desa ini, tidak akan bisa keluar. Nruut saja sama ucapan saya.)

Di tengah keheningan itu. Suara ayam yang lirih terdengar semakin sersinh.

“Krungu suoro iku le?” (kalian mendengar suara itu nak?)

“Eroh artine?” (tahu artinya?)

Mas Erik dan mas Damar masih menjaga jarak dari langkah si mbah…..

Bersambung… (Bersumber dari Twitter @simplem81378523 / PARISAINI R ZIDANIA)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

326 komentar