Kisah Sewu Dino, Bagian 10

DEPOSTJABAR.COM,- Ia melihat Dela memejamkan matanya. “Sri, Erna melok aku (kalian ikut saya),” kata Mbah Tamin memanggil mereka, sementara Dini tetap di kamarnya. Hanya dia yang belum mengerti apa yang sebenarnya terjadi di sini.

Mbah Tamin duduk di teras rumah.  Kegelapan hutan benar-benar mencekam kala itu. Sri dan Erna berdiri menunggu sebelum mbah Tamin menunjuk sesuatu di pepohonan. “Awakmu iso ndelok ikuh (kalian bisa melihatnua).”

“Nopo to mnah (apa ya mbah)?” tanya Sri kebingungan. “Mrene (kesini),” Mbah Tamin menempelkan jarinya menekan mata Sri.  Sengatan ketika mbah Tamin menekan mata Sri membuat pengelihatan memudar perlahan. Setelah mencoba memfokuskan matanya kembali,  Sri melihat lagi apa yang ditunjuk mbah Tamin.

Seperti petir di siang bolong, Sri melihat banyak sekali makhluk yang tidak bisa digambarkan lagi kengeriannya. Bisa ada ratusan atau bahkan ribuan yang sedang mengepung rumah itu. Butuh waktu lama, hingga akhirnya Sri tidak sanggup lagi melihatnya.

Mbah Tamin akhirnya menutup kembali penglihatan itu, mencabut sesuatu dari ubun-ubun Sri. Dengan mata menerangan, ia mengatakan kepada Sri. “Sedo bengi mangkuk nang rongo iku ngunu undangan gawe lelembut (raga yang dibuat mati adalah sebuah undangan bagi makhluk seperti mereka),” kata Mbah Tamin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *