Kisah Sewu Dino, Bagian 10

Apa yang terjadi sebenarnya? Tanya Sri dalam hati. “Sing sabar yo nduk, mari iku puncak lorohmu (sabar ya nak, sebentar lagi adalah puncak rasa sakitmu),” ucap Mbah Tamin sambil mengelus rambut Dela.

Lalu, Dela melirik Sri dan yang lainnya yang hanya dia mematung. Tatapannya seperti sedang mengucapkan, “Terimakasih sudah mau merawat saya”.

Mbah Tamin lalu mengikat tangan dan kaki Dela. Tergambar wajah sedih disana.  Ia lalu masuk ke dapur sambil mengambil kain putih besar. Saat mbah Tamin kembali ke kamar Dela, Dela menangis semakin keras, ia berulang kali mengingatkan.

“Ojok ki, ojok baleno aku nang kono (jangan ki, jangan kembalikan saya kesana).” Namun mbah Ttamin tetap meletakkan kain putih itu, menutupi sekujur tubuh Dela yang meronta-ronta. Terakhir, Mbah Tamin membakar kemenyan. Sebelum memegang kepala Dela, terdengar suara raungan yang mengguncang seisi rumah itu.

Sri dan Erna sampai mundur. Sosok di dalam kain terus meraung layaknya iblis yang Sri saksikan tadi. Kali ini, Dini tampak terguncang. Bingung dengan apa yang sebenarnya sedang terjadi.

Terdengar suara marah dari dalam kain. Ia adalah wujud tadi yang Sri saksikan, “Menungso bejat (manusia brengsek).”

Mbah Tamin terus menekan kepalanya.  Membuat suara itu semakin menjerit marah. Setelah kurang lebih 5 menit mbah Tamin melakukan itu, perlahan sosok itu mulai tertidur.  Mbah Tamin membuka kain itu. Ia melihat Dela memejamkan matanya.* (Bersumber dari Twitter @simplem81378523 / PARISAINI R ZIDANIA)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *