Kisah Sewu Dino, Bagian 14

DEPOSTJABAR.COM,- “Lapo koen” (ngapain kamu)?” Sri terdiam.  “Gak popo, aku di kongkon sim bah, mberseni kamare mambengi (gak apa-apa, si mbah nyuruh saya beresin kamarnya semalam).”

Meski curiga, Erna dan Dini menerima alasan Sri.  Ia melewatinya begitu saja. Namun perasaan Sri pagi itu, sudah porak poranda dengan pemikiran-pemikiran gilanya.

Sejak hari itu, setiap kali berpapasan dengan si Mbah, Sri seperti terguncang. Ia tidak bisa menutupi ketakutannya. Namun, dari cara melihat si mbah tampaknya beliau tahu sesuatu dan itu yang membuat Sri tidak tenang.

Ia seringkali merasa mbah Tamin memperhatikan gerak-geriknya. Tapi, malam itu Sugik, sopir yang mengantar mereka datang. Ia berbicara empat mata dengan mbah Tamin. Seakan ada sesuatu yang mendesak. Wajah mbah Tamin berubah mengeras. Sri begitu penasaran, namun kali ini ia menahan diri.

Hingga akhirnya, pembicaraan itu selesai. Si mbah mendekat. “Aku bakal melok Sugik nang kediamane Krasa, tolong jogo omah iki, iling omonganku, yo ndok, mbah percoyo ambek awakmu, tetep lakonono tugasmu, iling yo, paling emben sim bah kaet muleh (saya akan pergi ke kediaman Krasa, tolong jaga tempat ini, ingat ucapanku, lusa mungkin baru pulang).”

Sri mengangguk lalu memanggil yang lainnya. Mereka semua menatap satu sama lain. Ada keraguan di mata mereka bila mengingat kejadian sebelumnya. Namun, tidak ada yang memprotes ucapan si mbah. Karena takut, beliau akan marah lagi seperti sebelumnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *