Kisah Sewu Dino, Bagian 27

DEPOSTJABAR.COM,- (nanti kamu akan melihat kebun tebu. Di sana, ada orang. Cari dan ikuti dia sampai ia duduk disebuah tempat.)

Mbah Tamin kemudian meminta Dini meminum air degan hijau, memijat-mijat kepalanya sambil mengusap asap kemenyang. Ia lalu menghantam kepala Dini dengan telapak tangan.

“Sri tolong jogo Dini, mbah kate metu (Sri, tolong jaga Dini. Mbah mau keluar dulu).”

Mbah Tamin pergi, sedangkan Dini tersungkut pingsan, di dahinya, ia terus berkeringat. Berkali-kali ia tampat seperti orang meracau, mengatakan sesuatu seperti “petang” atau gekap.

Namun, Sri sangat telaten membersihkan keringat Dini. Ia juga membantu Dini agar bisa tidur dengan posisi yang benar. Ia terus menjaga Dini sepanjang malam. Mbah tidak juga kembali. Semakin malam, Dini semakin kacau. Ia menjerit, seperti sedang berlari sambil nafasnya terengah-engah.

Yang membuat Sri tersentak ketika Dini mengataan “Pak’e ndelok, pak’e ndelok!! Aku dikejar, aku dikejar!! (Bapaknya melihat saya, bapaknya melihat saya, saya dikejar, saya dikejar!!).”

Badan Dini tiba-tiba saja panas sekali. Sri pun mulai khawatir namun ia bingung harus melakukan apa.

Selang beberapa saat, mbah Tamin kembali. Ia hanya menepuk bahu Dini dan Dini langsung bangun. Wajahnya tampak kaget, seperti mengatakan ada sesuatu. Namun, ia urungkan saat melihat mbah Tamin melotot seakan menahan bahwa ia tidak boleh mengatakannya di sini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *