Kisah Sewu Dino, Bagian 5

 “Gik, opo gak ono sing jelasni nang cah iku mai, kerja opo nang kene, kok koyok’ ane kaget mgunu (Gik, apa gak ada yang kasih tahu mereka, pekerjaan yang sebenarnya dijanjikan disini, kok tampaknya mereka kaget sekali).”

Si ospir menjawab, “Daring mbah, ngapubten (Belum mbah. Maaf).”

“Awakmu langsung balik tag? Gak mene a? (loh kamu mau langsung pulang? Gak besok saja?)” tanya si Mbah.

“Mboten mbag, mbenjeng kulo kudu ngantar ibuk (tidak mbah, besok saya harus mengantar ibu).”

 “Yowes ati-ati, langsung muleh, wedine onok iku (yasudah hati-hati, takutnya ada itu).”,

“Iku,” dalam batin Sri bertanya.  Apa maksud kalimat itu? Apa yang mengikuti sebenarnya? Dan ada apa semua ini? Banyak pertanyaan muncul di kepala Sri, sebelum si mbah tiba-tiba bicara.

“Metuo ndok, aku roh awakmu nang kunu (keluar saja nak, saya tahu kamu ada di situ).” Sri melangkah keluar, melihat cahaya lampu mobil mulai menjauh, pudar kemudian menghilang.

“Celuk’en kancamu, ben ngerti alasan kenek opo sedoyo onok nang jene (panggil temanmu, biar mengerti, kenapa kalian disini).” Sri pun memanggil yang lain untuk bergabung.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *