Kisah Sewu Dino, Bagian 26

Siang itu, mbah memanggil Sri dan Dini. Mereka melihat Dela yang tengah duduk sendirian, ia seperti sibuk dengan suaranya sendiri.

“Dela lahir neng kene, mangkane gak tak perlakono kouo nang alas kui, nang kene wes tak pasang payun penduso ben sudut omah (Dela lahir disini, makanya saya tidak perlakukan dia seperti saat tinggal di hutan. Setiap sudut rumah ini sudah saya pasang payung untuk orang meninggal. Jadi jangan khawatir).”

Mbah Tamin mengisap rokoknya dan menghembuskannya perlahan, “Masalahe sak iki nang kene (Masalahnya, sekarang disini).”

“Mene, kemis legi, aku arep jakok tolong nang awakmu, Dini, Tolong. Golekno nang ndi oeoatane disingitno, isok (Besok, kemis legi, saya mau minta tolong, bisa kamu caritahu dimana jimat itu disimpan).”

“Jimat sing kanggo nyantet Dela”.

Benar, dimalam itu, Sri dan Dini masuk ke kamar si mbah. Di sana ia bisa melihat banyak tergantung kepala kerbau yang dipasang di tembok. Selain itu, kamar mbah Tamin banyak dihiasi kain merah. Bau kemenyan tercium sampai menusuk hidung. Mbah Tamin kemudian melangkah masuk.

Ia menyuruh Dini duduk didepannya dan membiarkan Sri berada di samping Dini.  “Awakmu bakal ndelok kebon tebu, golejno wong sing mok temoni nang kunu, tutno nang ndi wong iku engjok longgoh (Nanti kamu akan melihat kebun tebu. Dina, ada orang. Cari dan ikuti dia sampai ia duduk di sebuah tempat).”

Siapa orang yang dimaksud?* (Bersumber dari Twitter @simplem81378523 / PARISAINI R ZIDANIA)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *