DEPOSTJABAR.COM (MAJALENGKA).- Sebanyak 27.129 orang di Kabupaten Majalengka diduga pada pemilu 2024 mendatang dikhawatirkan tidak dapat melaksanakan pencoblosan di hari H pemungutan suara karena belum memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Hal itu terungkap saat rapat pengawasan pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih serta publikasi dan dokumentasi pengawasan pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Majalengka, di Aula Bawaslu Majalengka, pada Selasa (25/07/2023).
Mereka yang diikhawatirkan tidak dapat mencoblos tersebut, menurut Kordinator Divisi Pencegahan Dede Sukmayadi, sudah terdaftar di DPT tapi di hari H pencoblosan dikhawatirkan belum memiliki KTP.
“Walaupun mereka sudah dicoklit dan terdaftar di DPT tapi tidak bisa menunjukan Kartu Tanda Penduduk maka tidak akan bisa melaksanakan pencoblosan”, kata Dede
“Ini yang sekarang menjadi catatan Bawaslu majalengka. Oleh karena itu, ini yang akan kita kawal bersama dan dipastikan saat pencoblosan nanti sudah memiliki KTP. Karena ketika hal itu dibiarkan, menjelang hari pencoblosan nanti akan membludak, ini satu sisi temuan persoalan, itu yang akan kita kawal terus”, jelas Dede Sukmayadi.
“Selain persoalan diatas, ada juga persolan sisi lainya dalam penetapan DPT, diantaranya, penetapan DPT yang terlalu jauh jaraknya dengan hari H pemungutan suara, sehingga memungkinkan data itu sangat berubah, oleh karena itu, kita akan kawal terus”, tambahnya pula.
DPT Kabupaten Majalengka
Sementara menurut Dede Kusmayadi, jumlah DPT kabupaten Majalengka yang telah ditetapkan pada 21 juni 2023 lalu, sebanyak 998.757 dengan jumlah TPS 3.935 titik diseluruh kabupaten Majalengka.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Kabupaten Majalengka H. Agus Asri Sabana mengatakan, walaupun daftar pemilih telah ditetapkan pada bulan lalu tepatnya di 21 juni 2023 lalu, tapi tidak kemudian persoalan DPT selesai dan berhenti karena daftar pemilih bersifat dinamis seiring dengan dinamika sosial masyarakatnya sebagai pemilih.
“Apakah itu kemudian akan menjadi bertambah atau berkurang dari jumlah DPT yang ditetapkan, potensi untuk berubah sangat tinggi karena masih terjadinya fluktuasi data daftar pemilih. Misalnya ada yang meninggal, ada yang masuk 17 tahun saat pemungutan suara atau sudah menikah sebelum 17 tahun, ada kemudian yang masuk dan pindah alamat, ini salah satu faktor perubah DPT apakah bertambah atau berkurang”, katanya.
“Makanya Bawaslu RI melalui surat instruksi yang dikeluarkan beberapa bulan lalu menegaskan agar harus terus kawal dan pastikan data pemilih terupdate dengan baik. Oleh karena itu, Kolaborasi dan kordinasi yang baik antar penyelanggara pemilu teknis, KPU dan badan adhock lainnya menjadi sebuah keniscayaan agar hak hak politik masyarakat bisa terdata dengan baik”, jelas Agus.
Sementara itu anggota Bawaslu Jawa Barat Muamarullah, meminta kepada anggota Bawaslu dan panwas dalam melakukan pengawasan selalu melakukan publikasi agar informasinya sampai ke masyarakat.
“Karena selama ini muncul asumsi asumsi di masyarakat yang menjadi anomali. Merka berasumsi bahwa bawaslu tidak melakukan pekerjaannya ketika tidak ditemukan pelanggaran, padahal disaat yang sama bisa jadi bawaslu sudah berhasil melakukan pencegahan, namun karena informasi tersebut tidak sampai ke masyarakat akhirnya asumsi asumsi anomali tersebut berkembang dimasyarakat. Oleh karena itu, kita harus bisa memanfaatkan media, baik itu media mainstream maupun media sosial sehingga apa yang dilakukan oleh Bawaslu bisa diketahui masyarakat,” ungkap Muamarullah. (Ast)