Kisah Sewu Dino, Bagian 7

Hari sudah gelap, Sri menutup jendela lalu pergi ke kamar. Di sana, ia melihat Dini sudah tidur, disampingnya Erna tengah meringis menahan sakit. “Koen kenek opo Er (kamu kenapa er?),” tanya Sri. “Sri, aku oleh jaluk tulung (Sri, aku boleh minta tolong tidak?).”

 “Jalok tolong opo? (minta tolong apa?).”

“Engkok bengi, wayahlu ngadusi Dela, isok mok ganteni, mene, wayahmu, tak ganteni (mala mini, giliranku memandikan Dela, bisa kamu gantikan besok, ganti aku yang gantikan kamu).”

Awalnya, Sri keberatan. Namun, melihat kondisi Erna, Sri setuju. Setelah menerima permintaan Erna, Sri bersiap mengambil air.  Ia lupa bahwa air di gentong dapur sudah habis.  Terpaksa ia membuka pintu, bersiap untuk menimba air dari sumur.

Meski awalnya ragu, Sri mematung di depan pintu lalu perlahan membukanya dan keluar. Entah perasaan tidak enak macam apa yang Sri rasakan. Malam ini lebih hening dari biasanya. Tidak terdengar suara binatang malam, seakan membawa ketakutan Sri yang selama ini menyeruak keluar.

Sri melangkah keluar, ia cepat pergi ke sumur, menimbanya lalu kembali. Tapi, dari sudut mata Sri, jauh di salah satu pohon besar di samping pagar bambu kamar mandi, Sri melihat wajah yang mengamati. Sri menatapnya, wajah itu menghilang. Sri terdiam cukup lama. Namun, ia tetap melanjutkan tujuannya. Ia harus cepat melakukan tugasnya.

Sri segera menimba air dengan cepat. Ia juga tidak lupa matanya awas menatap sekeliling. Seakan ia sedang dikejar sesuatu. Setelah semua selesai, Sri berlari dan mengunci pintu. Perasaan lega langsung dirasakan oleh Sri. Kini ia melangkah menuju kamar Dela.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *