Kisah Sewu Dino, Bagian 2

Kini, giliran Sri yang dipanggil. Dengan sedikit rasa ragu, Sri keluar berjalan menuju ruangan tadi. Bersama si pemilik jasa, ada seorang wanita yang memakai pakaian adat, kebaya, lengkap dengan sanggul.  Duduk dengan anggun sembari menatap Sri dari ujung kepala hingga mata kaki.

Ia tersenyum, sangat tulus, membuat Sri menjadi sungkan.  Seakan berhadapan dengan orang yang derajatnya tinggi sekali. Sri bahkan tidak berani melihat matanya, auranya membuat Sri merasa “kecil”.

 “Ayu ne,” (cantik sekali) ucapnya dengan suaranya yang sangat halus. Sri diminta duduk, kemudian si pemilik jasa memperkenalkan siapa wanita anggun itu. Rupanya, wanita anggun itu adalah pemilik rumah makan yang saat itu terkenal sekali seantero Jawa Timur. Sebegitu terkenalnya membuatnya memiliki kekayaan yang tidak lagi perlu dipertanyakan.

Namanya, Kembang Krasa, meski itu hanya semacam gelar, namun Sri tahu arti nama itu.  Yang berarti Bunga Krasa, bunga yang sejak dulu sudah melegenda wanginya. Sebelum tumpas, untuk menyingkirkan balak di atas gunung l***, saat lelembut masih mendiami tanah jawa.

Semua orang disini sudah tahu tentang cerita itu, Sri hanya menunduk.  Ia masih segan menatap wanita itu. “Angkaten sirahmu ndok, ra usah wedi ngunu, mbah ki wes tuwek, ra usah hormat koyok ngunu,” (angkat kepalamu nak, tidak usah takut begitu, mbah ini sudah tua loh, tidak perlu sehormat itu).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *